Luhut Minta Anak Muda Perbaiki 204 Hektar Terumbu Karang Nusa Dua Untuk Kembalikan Kejayaan Tempo Dulu
Oleh: Rizal Ardianto
Terumbu karang di Nusa Dua merupakan salah satu dari tiga pilar pembentuk ekosistem laut Nusa Dua, dua diantaranya yaitu lamun dan mangrove. Dalam konteks perikanan, manusia dan ekosistem adalah dua hal yang harus seimbang. Dimana jika salah satu aspek terganggu maka aspek lainnya akan ikut terganggu. Saat ini, keadaan terumbu karang di Nusa Dua sudah rusak dan sulit untuk di rehabilitasi. Dulu saat sore air surut, banyak masyarakat mencari gurita kecil atau biasa disebut kuku manuk oleh masyarakat sekitar dengan hasil yang sangat banyak. Namun belakangan ini masyarakat merasakan dampak dari kerusakan ekosistem terumbu karang. Menurut Mangku Made Wijana yang hampir setiap surut mencari lauk untuk kebutuhan keluarganya mengatakan. “Keadaan ekosistem di sini sudah rusak, dulu mencari kuku manuk sangat mudah dengan hasil 50 ekor itu sedikit, tapi saat ini mendapatkan hasil 10 ekor sudah sangat banyak”. Ini membuktikan keadaan ekosistem Nusa Dua tidak seperti dulu, dimana ekosistem masih terjaga dan sangat mudah mencari lauk untuk kebutuhan protein saat surut seperti kerang-kerangan dan kuku manuk.
Tahun 1970-an di Nusa Dua terjadi eksploitasi berlebihan terhadap terumbu karang, masyarakat belum sadar pentingnya terumbu karang dalam ekosistem, yang nantinya akan berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Masa itu nelayan ikan hias melakukan penangkapan menggunakan potassium sianida/racun ikan dan menyebabkan kerusakan besar terumbu karang, tidak hanya itu, masyarakat juga menyongkel terumbu karang menggunakan linggis untuk dijadikan pondasi rumah dan kapur (pamor) untuk dijual. Terumbu karang yang indah mulai hancur seiringnya waktu.
Pariwisata mulai berkembang, awal 1980 pemerintah Indonesia melalui BUMN mendirikan PT. Pengembangan Priwisata Bali (Persero) di Nusa Dua, yang lebih dikenal dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Diatas tanah seluas 300 hektar berdiri 19 hotel berbintang yang menawarkan 5.285 kamar, lapangan golf, pusat pembelanjaan, situs budaya, rumah sakit dan bisnis pariwisata lainnya. Sejak awal dibangun kawasan ITDC masyarakat mulai sadar, jumlah wisatawan setiap harinya terus meningkat. Berbagai jasa pariwisata terus berkembang seperti olahraga air snorkeling dan diving menjadi dayatarik yang digemari wisatawan. Namun, melihat masa lalu kawasan terumbu karang yang dieksploitasi secara berlebihan menjadikan spot terumbu karang hanya tinggal 15–20% yang hidup dikawasan ini. Kelompok nelayan penyedia jasa pariwisata sejak 20 tahun lalu sudah memikirkan, bagaimana mengembalikan terumbu karang yang hanya 25% presentase kehidupannya.
Berbagai upaya terus dilakukan.
Pada tahun 2010, kordinator yayasan Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) Pariama Hutasoit mendirikan yayasan yang bekerja sama dengan pihak ITDC dan kelompok nelayan Yasa Segara Bengiat dan telah melakukan upaya rehabilitasi terumbu karang. Menurutnya pertumbuhan terumbu karang yang dikelola tumbuh dengan baik, namun semua tidak lepas dari permasalahan yang menghambat pertumbuhan seperti kerusakan langsung akibat diinjak, sedimentasi perairan akibat limpasan materi dari darat atau pencemaran perairan oleh sampah-sampah. Tidak hanya itu, tahun 2018 dalam acara IMF-World Bank di Nusa Dua juga melakukan upaya penanaman terumbu karang dengan meletakkan 500 unit kontruksi yang saat ini hanya 60% persen yang mampu tumbuh. Ini menunjukan terus ada upaya rehabilitasi terumbu karang sejak dulu hingga saat ini.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini menjalankan program Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) yang bersinergi antar Menko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Peikanan, serta LIPI. Program ini juga menggandeng Biorock Indonesia dan BPSPL Denpasar yang bertujuan untuk mensinergikan kegiatan riset-inovasi, pendidikan, pelestarian dan pemanfaatan ekonomi berkelanjutan, dengan fokus melibatkan generasi muda terlibat penuh dalam upaya rehabilitasi terumbu karang di Nusa Dua yang berkelanjutan dikemudian hari.
Menkomarves dalam pertemuan Youth Voice : Indonesia Coral Reef Restoration-ICRG memerintahkan untuk merehabilitasi terumbu karang seluas 204 hektar di perairan Nusa Dua dan tidak hanya itu, Luhut juga berencana akan membuat Museum Laut Tropis ICRG, Centre of Excellent (CoE) sebagai pusat ilmu pengetahuan laut tropis pertama di dunia pada pertemuan di Koperasi Yasa Segara, Pantai Mengiat, The Nusa Dua (19/8). Inilah yang akan menjadi gerbang awal dukungan pemerintah dalam upaya restorasi terumbu karang di Nusa Dua. bersama Biorock Indonesia, BPSPL Denpasar dan generasi muda berupaya mengembalikan kejayaan dan keindahan terumbu karang di masa lalu.
Yayasan Biorock Indonesia, mengajak generasi muda ikut terlibat dalam project 204 hektar terumbu karang yang digagas Menkomarves. Sebelumnya Biorock telah membuat program beasiswa “Local Scholar Reef” yang mana memberikan edukasi dan pengalaman kepada 12 anak muda yang terbagi di 3 lokasi yaitu Ambon, Pemuteran dan Nusa Dua. selain itu, Biorock Indonesia juga mengajarkan pengaruh terumbu karang terhadap keadaan sosial dan ekonomi masyarakat, yang dalam hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Diharapkan semakin banyaknya stakeholder yang terlibat dalam project ini dapat memberikan keseimbangan ekosistem dan menjadikan sosial dan ekonomi masyarakat meningkat.
Referensi :
https://www.mongabay.co.id/2018/10/10/transplantasi-karang-di-nusa-dua-berharap-jadi-taman-terumbu-karang-indonesia/amp/
https://setneg.go.id/baca/index/itdc_dibalik_kesuksesan_pengelolaan_kawasan_nusa_dua_bali
https://maritim.go.id/menko-luhut-peran-generasi-muda-penting-dalam/
http://bestyoungindonesia.blogspot.com/2018/02/pariama-hutasoit-melakukan-konservasi.html?m=1
https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/DitJaskel/publikasi%20materi/diskusi_wisbar_8_mei/CORAL%20GARDEN%2C%20UPAYA%20PENYELAMATAN%20EKOSISTEM_08052020_Nusa%20Dua%20Reef%20Foundation.pdf
*Pariama Hutasoit, Direktur Nusa Dua Reef Foundation (NDRF), Bali.
**Mangku Made Wijana, Pemangku desa.