Beasiswa Yang Tidak Biasa Oleh Biorock Indonesia
Oleh: Fany Aljihad
Kalau mendengar kata beasiswa, pemuda pemudi dari kalangan siswa maupun mahasiswa pasti rebutan. Kenapa tidak? Beasiswa merupakan suatu hal yang membanggakan. Tapi pernah tidak terpikirkan sebuah beasiswa yang berbeda dari biasanya? Kalau biasanya beasiswa hanya seputar beasiswa sekolah dan pendidikan, lain halnya dengan beasiswa yang diberikan oleh Biorock Indonesia.
Sebelumnya, saya ingin memaparkan apa itu Biorock Indonesia. Biorock Indonesia adalah salah satu Layanan Lingkungan yang berspesialisasi dalam restorasi terumbu karang, perlindungan pantai, pengembangan masyarakat, penelitian dan pengembangan, pelatihan dan workshop dan lain sebagainya. Biorock Indonesia menggunakan metode biorock dalam merehabilitasi terumbu karang. Metode biorock adalah pembuatan terumbu karang dengan menggunakan struktur besi yang dialiri listrik arus lemah (DC) diantara 3,8 volt sampai 12 volt. Besi yang dialiri listrik akan menarik mineral dalam air laut yang kemudian membentuk karang di badan besi. Metode ini merupakan salah satu metode tercepat karena dapat menumbuhkan karang 5 kali lebih cepat dari biasanya.
Pada tahun 2020, Biorock Indonesia akhirnya membuka peluang bagi pemuda/i Indonesia agar dapat menjadi salah satu Future Coral Protector. Dengan meluncurkan program Local Scholar Reef, Biorock Indonesia mengukuhkan dua belas pemuda/i terpilih agar dapat ikut berperan dalam program rehabilitasi terumbu karang tersebut. Saya sendiri yang merupakan mahasiswi Jurusan pendidikan Biologi IAIN Ambon merasa sangat beruntung mendapatkan beasiswa ini. Beasiswa yang dikelola oleh Biorock Indonesia ini menerima 12 orang pemuda/i terpilih yang memiliki minat dalam bidang konservasi, kesempatan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, komitmen, dan menumbuhkan jaringan untuk karir masa depan di bidang konservasi.
Kedua belas pemuda/i tersebut terbagi kedalam tiga lokasi yaitu Tim Pemuteran, Tim Nusa Dua, dan Tim Ambon. Berikut nama-nama kedua belas pemuda/i terpilih:
1. Ade Gede Tangkas
2. Shinta Praptini
3. Rim Karlina
4. Dodo Saputra
5. Komang Widiadnyana
6. Yolla Jessika
7. Ni Wayan Kartika
8. Rizal Ardianto
9. Fany Aljihad
10. Ibrahim Bambang Marasabessy
11. Prandito Simanjuntak
12. Stella Marceline
Kegiatan yang dilakukan oleh penerima beasiswa Local Scholar Reef selama kurun waktu 4 bulan diantaranya adalah:
Online Course
Online course dilakukan selama kurang lebih 1 bulan terhitung dari awal bulan Mei hingga awal bulan Juni. Peserta Local Scholar Reef mendapatkan modul tentang Ekologi, Sosial Ekonomi, dan Komunikasi agar dapat dipelajari dan dipahami sebelum turun langsung di lapangan. Peserta juga mendapatkan materi dan kesempatan berbincang langsung dengan para ahli via aplikasi zoom.
Pengambilan Data Ekologi
Pengambilan data ekologi dilakukan pada bulan Juli 2020. Data yang diambil merupakan data dari struktur Biorock yang telah ditanam sejak tahun 2016. Mulai dari menghitung jenis ikan dan invertebrata, coral damage, hingga kualitas air seperti suhu, kecerahan, salinitas, dan pH.
Pengambilan Data Sosial Ekonomi
Pengambilan data sosial ekonomi berupa wawancara kepada masyarakat pesisir dan non pesisir terkait dengan data diri, kedekatan pekerjaan dengan laut, pengetahuan dasar tentang terumbu karang, hingga tanggapan responden mengenai pengaruh dan kepentingan beberapa pihak dan pemerintah daerah.
Pembuatan Blog/Vlog
Pembuatan blog/vlog bertujuan untuk mengomunikasikan keadaan terumbu karang kepada masyarakat sekitar dan pemerintah setempat agar menimbulkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang.
Saya, sebagai salah satu penerima beasiswa Local Scholar Reef dalam Tim Ambon mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Pada hari pertama perizinan melakukan wawancara, Stella sebagai sekretaris Raja Halong menyambut kedatangan kami dengan suka cita. Ia juga memberikan rekomendasi beberapa pihak agar proses wawancara berlangsung baik. “Kalo kamong mo cari yang nelayan-nelayan tuh turun sa di bawah situ dekat TNI. Itu nelayan pung tampa bakumpul suda. Cari bapa george, antua tu su pro paskali kalo bicara karang-karang. Ada lai samuel latuperissa di Rt. 22 sana. Kas tunju surat sa dong pasti mau tu dapa wawancara” katanya dalam dialek Ambon (5/8).
Keseruan terus berlanjut hingga saya mendengar kabar menyedihkan terkait dengan kondisi laut di Teluk Dalam Negeri Halong. “kalo dulu tu katong baranang-baranang sadiki sa dapa lia akang bagus-bagus, ikang banya, sg susa-susa lego jaring jau-jau. Kalo sekarang jang tanya lai. Ikang su seng tau lai. Karang su rusak. (kalau dulu, hanya berenang di tepi/dangkal sudah kelihatan karang yang bagus, banyak ikan, tidak perlu repot lempar jaring jauh-jauh. Kalau sekarang jangan ditanya, sudah tidak ada ikan. Karang juga sudah rusak).” ungkap Ibu E.E Litiloly yang merupakan Dosen Universitas Pattimura yang sedari kecil tinggal di Halong (8/8).
Keadaan karang yang kian memburuk akibat sampah, sedimentasi, bahkan limbah kapal menambah sedih suasana. Saya kerap menangkap emosi kesedihan yang terpancar dari mata para responden yang memang melewati masa-masa tersebut. Masa ketika laut masih dipenuhi terumbu karang yang cantik dan ikan yang melimpah hingga kemudian perlahan hancur dan habis seketika. Akibatnya, masyarakat yang memiliki profesi sebagai nelayan akan sangat dirugikan. Jangankan mendapatkan berkilo-kilo ikan, untuk kebutuhan harianpun dipertanyakan.
Oleh sebab itu, Program Local Scholar Reef ini sangat bermanfaat bagi banyak orang. Selain melakukan rehabilitasi karang dengan memanfaatkan generasi muda sebagai tongkat estafet pelindung karang masa depan, mengomunikasikan keadaan karang jauh lebih penting. Agar minimnya pengetahuan masyarakat terkait pentingnya menjaga kelestarian karang dapat diminimalisir.